Gorontalo [KP] – Sekelompok pemuda lakukan pengedukasian terhadap masyarakat tentang perubahan iklim. Para pemuda tersebut, sebelumnya telah menerima pelatihan tentang perubahan iklim oleh Youth Leadership Camp for Climate Crisis (YLCC) atau Kepemimpinan Pemuda Untuk Krisis Iklim pada desember 2020 melalui daring.
Beberapa hal yang dipelajari oleh pemuda tersebut diantaranya, pengelolaan lahan secara berkelanjutan dan pemberdayaan kembali pangan lokal yang rencah emisi karbon dan ramah lingkungan.
“Kami tergabung didalam satu kelompok selama di kamp latihan dan pasca kamp yang diberi nama Ragam Iklim, dan dalam kelompok itu tidak hanya pemuda asal Gorontalo, pemuda asal Aceh serta dari Ambon ikut bergabung,” ucap Bambang, selaku anggota kelompok tersebut, Sabtu (27/2/2021).
Adapun lokasi yang diberi edukasi yaitu di Desa Saritani, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo yang merupakan salah satu desa transmigrasi. Bambang mengatakan, pihaknya melakukan edukasi kepada masyarakat selama delapan minggu.
“Dalam melakukan kegiatan edukasi terkait pengelolaan lahan secara berkelanjutan dan pemberdayaan pangan lokal kepada masyarakat kami lakukan secara rumah ke rumah dan juga kami berkunjung ke kebun mereka,” kata Bambang.
Dalam kegiatan edukasi, kata Bambang, pihaknya melakukan pendekatan dengan masyarakat terkait cara pengelolaan lahan yang ramah lingkungan. Pihaknya melakukan edukasi terkait penguatan tentang konsumsi pangan lokal yang rendah emisi dan ramah lingkungan.
Sementara itu, anggota kelompok yang berada di Aceh, kata Bambang, melakukan pengedukasian terkait pemberdayaan pangan lokal. Di mana, anggota kelompok yang berada di Aceh menemukan ada masyarakat yang menggunakan pupuk organik, dari awal pembersihan lahan sampai proses penanaman.
“Untuk anggota yang di Ambon bekerjasama dengan pemuda desa, dan masyarakat menerima terkait dengan pemberdayaan kembali pangan lokal dan pengelolaan lahan secara berkelanjutan,”ujarnya.
Adapun soal perubahan iklim dan pengolahan pangan kaitannya yakni pada tingkat emisi karbon, Bambang menjelaskan, salah satu penyumbang emisi karbon terbanyak adalah pada pangan, khususnya junk food atau makanan cepat saji.
“Tujuan untuk diberdayakannya pangan lokal yaitu mengurangi peningkatan emisi karbon, salah satu bahan bakunya dari tumbuh-tumbuhan. Untuk daging agak kurang dengan pangan lokal,” jelas Bambang, yang juga sebagai anggota Japesda Gorontalo.
Terhadap junk food ini, lanjut Bambang, banyak menyumbangkan emisi karbon melalui proses atau tahapannya mulai dari bahan mentah hingga siap disajikan.
“Bahan dari junk food biasanya mengandung emisi karbon, seperti proses pengantaran bahan, pemrosesan bahan mentah menjadi bahan jadi menyumbang emisi karbon yang cukup tinggi, itu data dari Climate Change di Indonesia,” pungkasnya.
Dalam hal pengolahan pangan yang berdampak pada perubahan iklim ini, para pemuda berharap di mana seluruh pihak, khususnya masyarakat harus memberdayakan kembali pangan lokal. Walaupun saat ini masyarakat sudah tergerus dengan zaman dengan junk food yang terus bermunculan ini, pangan lokal jangan mau kalah bersaing dengan pangan yang bisa dikata baru tersebut.
“Pangan lokal ini sudah rendah emisi karbon, dan juga tingkat nutrisi di dalamnya sudah tinggi. Jika pangan lokal telah diberdayakan sama halnya kita sudah mengurangi tingkat emisi karbon di Indonesia,” tutup Bambang. #[KP]